17 April 2014

Kisah Dibalik Pencapresan Gus Dur

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid atau Gus Sholah bercerita mengenai pencalonan almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 1999 silam. Dalam akun twitternya @Gus_Sholah, diceritakan bahwa Khofifah Indar Parawansa (KIP) pada suatu malam Oktober 1999 diminta menyiapkan berkas pencalonan Gus Dur untuk menjadi RI 1. Matori Abdul Djalil sang ketua umum DPP PKB dan Muhaimin Iskandar kala itu masih Sekjen tidak mau mencalonkan Gus Dur tetapi condong mencalonkan Megawati Soekarnoputri.
Maka Gus Dur pun membuat sendiri surat pencalonan tersebut. Syarat-syaratnya sama sekali tidak ada. Keterangan dari pengadilan bahwa Gus Dur tidak terlibat perkara, keterangan kelakuan baik dari kepolisian, dan beberapa keterangan lain. Berkas pendaftaran termasuk syarat-syarat itu harus dimasukkan esok paginya.
Alhasil, karena tidak ada waktu untuk mendapat surat-surat keterangan tersebut maka Gus Dur membuat surat prnyataan yang menegaskan tidak sedang tersangkut perkara, kelakuan baik.
Esok paginya lanjut Gus Sholah bercerita berkas tersebut oleh Khofifah Indar Parawansa diserahkan kepada panitia dan diterima sebagai berkas pendaftaran. Lalu dengan berkas itu Gus Dur dinyatakan jadi capres.
Yusril Ihza Mahendra saat itu menyatakan bahwa berkas pencalonan Gus Dur tidak ada. Sebenarnya ada tapi tidak lengkap.
Perdebatan pun sempat terjadi kata Gus Sholah saat para ahli termasuk dokter mempersoalkan kesehatan Gus Dur. Dr Umar Wahid cerita tentang perdebatan profesor-profesor terkemuka dari FKUI yang membahas apakah Gus Dur layak menjadi calon presiden dilihat dari sisi medis.
Akan tetapi tidak ada kata sepakat. Lalu Prof Sidharta Ilyas (ahli mata) memberi pendapat. Katanya kalau dilihat dari spesialisasi mata, tidak ada masalah.
"Artinya, sebagai profesor ahli mata dia berpendapat bahwa Gus Dur layak menjadi capres walau tidak bisa melihat. Maka Gus Dur diterima sebagai capres dan terpilih," tulis Gus Sholah.

Sumber : https://id.berita.yahoo.com/kisah-dibalik-pencapresan-gus-dur-dan-cak-imin-064325995.html

07 April 2014

Alissa Wahid: "Bapakku bukan Perekayasa Konflik"

Senin malam, 25 Pebruari 2012, saya membaca mention di twitter tentang berita Cak Imin yang akan mendirikan monumen GusDur di Singkawang, Kalimantan. Kota yang banyak dihuni saudara sebangsa berdarah Tionghoa, yang tentu saja sangat menghormati Gus Dur. Walau saya mempertanyakan apakah kiranya sebagai orang yang substantif dan tidak suka seremoni, Bapak suka dibuatkan monumen; bukan soal itu yang mengganggu batin saya. Sudah beberapa waktu terakhir ini, saya ingin menulis tentang Bapak dan konflik PKB cak Imin dari kacamata saya sebagai anak. Tulisan ini adalah kegelisahan saya atas narasi yang semakin sering saya dengar dari mulut dan tulisan orang-orang PKB Cak Imin.

Pertama kali, saya mendengarnya langsung dari seorang politisi PKB Cak Imin, saat ia meminta saya untuk menjembatani PKB Cak Imin dengan keluarga Ciganjur. Sebelumnya, saya sudah beberapa kali didekati untuk menjadi jembatan ishlah, tetapi narasi ini belum pernah saya dengar. Sejak itu, saya mulai banyak mendengarnya dari orang-orang lain dari berbagai penjuru, baik langsung dari mulut mereka maupun via social-media, baik dari kawan-kawan Nahdliyin maupun dari aktivis PKB Cak Imin.
Narasinya sederhana: Konflik antara GusDur dan cak Imin adalah konflik yang sengaja didesain oleh Gus Dur, sebagai strategi politik; bukan sebuah konflik sungguhan dan karenanya sejatinya tidak ada persoalan antara Gus Dur dan Cak Imin. Bahkan ada beberapa orang yang menyebutkan dengan gagah berani langsung kepada saya, bahwa Cak Imin sampai saat ini hanya menjalankan perintah Gus Dur.

Karena saya bukan politisi, tentu saja saya tidak bisa menjawabnya secara politis juga. Saya hanya menjadi amat gelisah sebagai seorang anak, yang mendampingi Bapak secara intensif selama tiga tahun terakhir kehidupan Beliau. Hari-hari bersama yang membuat saya memahami beban nurani Bapak soal konflik PKB.

Saya melihat sendiri, bagaimana sikap Bapak ketika Cak Imin datang ke rumah bersama mbak Rustini, istrinya. Bapak hanya menjawab pertanyaan mbak Rustini dan mendiamkan Cak Imin. Ini terulang di banyak ketika lain. Bapak, misalnya, enggan menemui Lukman Eddy yang sudah sampai di Ciganjur. Tidak mau menemui. Sebagai orang yang blak-blakan dan mengingat bagaimana Gus Dur bersikap bahkan kepada “musuh-musuh” politiknya, respons Bapak saat itu, amat sangat jelas: tidak suka bertemu dengan mereka.

Tahun 2008, saat proses hukum PKB Gus Dur versus PKB Cak Imin, Bapak pernah mengalami stroke ringan, entah ke berapa sejak stroke hebat tahun ‘98. Bapak terjatuh saat dituntun ke kamar mandi oleh Sulaiman di kantor Gus Dur di pojok PBNU. Saat saya tanya apa yang terjadi persis sebelumnya, Sulaiman bercerita bahwa Bapak sedang mendengarkan berita di TV tentang sidang di PTUN. Ada beberapa orang PKB Cak Imin yang diinterview oleh media, dan mereka blak-blakan bicara lebih senang Gus Dur tidak di PKB. Mendengar jawabannya, Bapak berkomentar “orang-orang ini saya yang bawa masuk politik. Kok tega ya mereka ngomongnya begitu tentang saya, Man?” Lalu Bapak minta diantar ke kamar mandi, dan jatuh pingsan di depan pintu kamar mandi. Kata dokter, stroke ringan akibat stres.
Puncaknya tentu saja ketika MA memutuskan gugatan PKB GusDur ditolak, dan MA menyatakan PKB yang sah adalah PKB hasil Muktamar Semarang di mana Ketum adalah Cak Imin dan Ketua Dewan Syuro adalah Bapak. Setelah keputusan itu, nyatanya PKB Cak Imin tetap berkantor di Menteng, tidak di kantor asli PKB yaitu di Kalibata tempat Gus Dur selalu datang. Setiap keputusan juga diambil sendiri, tidak melibatkan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syuro. Puncaknya di pendaftaran DCS Pemilu 2009 yang dibuat sendiri oleh cak Imin dan pengurusnya. Drastis menurunnya kesehatan Bapak setelah itu, sangat kami rasakan di Ciganjur. Sehebat apapun fisik Beliau sepanjang hidupnya, seperti kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan psikologis yang hebat ini. Dokter dari berbagai penjuru dunia memberikan respons yang sama atas catatan medis Bapak, “Ini pasien ajaib: dengan kondisi fungsi tubuh seperti ini, masih bisa bertahan begini.” Kami tahu, hanyalah keajaiban itu yang sanggup menopang tekanan psikis, dan entah berapa lama. Itu sebabnya, Ibu sangat sulit untuk menerima perlakuan PKB Cak Imin kepada Bapak, sampai saat ini.

Mei 2009, Bapak berkunjung ke Jogja. Bapak bilang, “Lis, kamu punya uang yang bisa Bapak pinjam?” Berapa dan untuk apa, tanya saya. “Ya untuk pegangan saja, 5 juta cukup.Bapak nggak punya uang sama sekali.” Bapak saya adalah orang yang mandiri, kalau sampai minta uang kepada saya, berarti sudah berat sekali bagi Bapak. Saya telpon Yenny sambil menangis. Kok bisa, Bapak sampai tak punya uang, bahkan sesedikit itu. Kok bisa, mereka-mereka yang khianat kepada Bapak hidup bergelimang kemewahan sedangkan Bapak tak punya uang di kantungnya.
Bahkan menulis paragraf di atas ini pun, saya tak mampu menahan air mata. Menyakitkan sungguh, walau juga semakin membuat saya sadar betapa Bapak jauh dari godaan harta dan kekuasaan.

Pertengahan 2009 itu kondisi Bapak memburuk. Banyak orang menjenguk Beliau di RS, dan lazimnya orang Indonesia, menitipkan belarasa urunan biaya perawatan. Bapak mengumpulkan amplop-amplop ini di dalam laci kantor di PBNU. Lebaran 2009, saya tanya ke Bapak apakah Beliau akan memberikan THR khusus ke staf Ciganjur. Jawabannya tidak dan agar saya yang memastikan mereka mendapatkan THRnya. “Bapak sedang mengumpulkan uang untuk Muktamar PKB, nak. Imin sudah nggak bisa dibiarkan terus-terusan begini.” Demikian kata Beliau saat itu. Beberapa kali Bapak bercerita soal bagaimana PKB harus diperbaiki dan tidak boleh dipegang oleh cak Imin. Saat itulah definitif saya memahami bahwa Bapak masih berupaya keras untuk memperjuangkan PKB dari cengkeraman orang-orang yang tak amanah, walau secara de facto Beliau sudah tidak berdaya. Ada beberapa orang PKB Cak Imin yang masih diterima saat menjenguk, tetapi tidak dengan kelompok terdekat Imin.
Setelah Bapak wafat pun, ada seorang teman Bapak (sekarang seorang tokoh nasional) yang mengatakan ke saya bahwa ia sedang diminta Gus Dur mencari donasi untuk persiapan Muktamar PKB Gus Dur di tahun 2010. Ia menyerahkan uang yang sudah berhasil dikumpulkannya kepada Ibu. Memang, niat Gus Dur untuk Muktamar sangat kuat, sebagai respons terhadap keputusan MA tentang legalitas PKB yang jatuh ke tangan Cak Imin.

Semua pengalaman inilah yang membuat saya ngenes dengan ‘tawaran narasi’ dari entah siapa di kubu PKB Cak Imin. Menyatakan bahwa konflik antara PKB Cak Imin dengan Gus Dur adalah rekayasa, bagi saya sama saja dengan menghina Bapak dengan amat sangat.
Seorang Gus Dur, sekuat apapun seajaib apapun, tak akan mampu merekayasa kondisi fisiknya. Menyatakan bahwa konflik ini adalah rekayasa Gus Dur, adalah sama dengan menyatakan bahwa Gus Dur gila. Itu berarti menyatakan bahwa Bapak merekayasa konflik untuk strategi politik, lalu terkena sendiri dampak fisik dari permainannya, sehingga bahkan harus tinggal di Rumah Sakit.Seorang Gus Dur tak mungkin mempermainkan mekanisme hukum sampai di Mahkamah Agung untuk mendapatkan kejelasan hukum mengenai partainya, hanya demi rekayasa. Gus Dur adalah pejuang demokrasi, yang setia dengan prinsip keadilan dan pembebasan. Mereka yang percaya bahwa Bapak merekayasa konflik sampai memanfaatkan proses demokrasi hukum, sama saja percaya bahwa Gus Dur bukan pejuang demokrasi sejati. Ia dianggap sama dengan mereka-mereka yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan kekuasaan. Bagi saya, ini adalah penghinaan besar bagi perjuangan dan karakter Gus Dur.
Rekayasa macam mana yang membuat rombongan Cak Imien melakukan sujud syukur di Mahkamah Agung setelah pengumuman keputusan MA itu? Menyelenggarakan tumpengan di kantornya? Sedemikian pentingnya bagi Gus Dur bersama Cak Imin membohongi rakyat dengan melakukan hal-hal itu, agar rakyat percaya ini konflik betulan padahal rekayasa? Sekali lagi, itu sama saja dengan menyatakan Gus Dur bukan pemimpin rakyat. 
Bagi saya, Bapak bukan itu semua. Dalam hal konflik dengan PKB Cak Imin, acuan saya hanya apa yang saya lihat dan saya dengar dari Bapak langsung. Bukan apa kata dan analisis orang. Apalagi orang-orang yang punya track-record dan karakter yang tak bisa saya percayai.
Hanya karena ingin mendapatkan dukungan dari pecinta Gus Dur, tega sekali orang-orang ini menyebarkan narasi yang justru menghina karakter Gus Dur, tega sekali menjual nama Gus Dur sedemikian rupa hanya untuk kepentingan kekuasaan sesaat yang tentu saja tak bisa dibawa mati.
Padahal, sejatinya mudah mendapatkan dukungan pecinta Gus Dur. Kalau memang mengaku sebagai penerus Gus Dur, jalani saja apa yang selama ini diteladankan Gus Dur: integritas terhadap nilai-nilai dasar Gus Dur, demi umat. Tunjukkan bahwa mereka berjuang berlandaskan prinsip Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan. Tunjukkan bahwa mereka punya karakter Sederhana, Sikap Ksatrya, dan bertumpu pada Kearifan Tradisi. Tunjukkan saja bahwa mereka memang tidak terlibat korupsi, bertindak demi rakyat. Tunjukkan saja pembelaan kepada semua kaum minoritas yang akhir-akhir ini makin muram nasibnya di Indonesia. Itu cukup untuk mengambil hati rakyat.
Tak perlu klaim ini-itu, apalagi klaim yang justru menghina Bapak saya. Sebagai seorang anak, saya sungguh-sungguh kecewa pada mereka, yang tega melakukannya dan tega untuk percaya bahwa masih banyak rakyat yang masih bodoh dan bisa dibohongi. Sesuatu yang jauh dari apa yang diajarkan Bapak saya sepanjang hidupnya….



*ditulis pada 26 Pebruari 2013*




08 Maret 2014

Posko Gusdur menyediakan file Brosur Siap Cetak

Agar Masyarakat tidak lupa akan Sejarah PKB, untuk "Melawan Lupa" Muhaimin dan Jajarannya

Brosur Larangan Gus Dur bagi PKB dan Calegnya
Brosur 1
Brosur Jangan Pilih PKB
Brosur 2
Menghadapi Pemilihan Umum  2014 masih saja kita temui Nama, Foto, Gambar dan Suara Gus Dur dipakai oleh PKB dan Para Calon Legislatifnya untuk kepentingan politik sempit mereka.
Mereka seakan "melupakan" sejarah PKB. Mereka seakan 'lupa' beberapa tahun yang lalu Gus Dur mereka singkirkan begitu saja. Bahkan mereka telah berani "berhadap-hadapan" dengan Gus Dur, baik dalam pernyataan di media, bahkan di jalur hukum.
Surat Larangan Gus Dur telah dilayangkan oleh Gus Dur kepada Muhaimin dan jajarannya untuk tidak menggunakan Nama, Foto, Gambar dan Suaradalam segala kegiatan mereka. Namun mereka seakan tidak mengindahkan larangan tersebut. Hal itu tetap mereka lakukan saat menghadapi Pemilu 2014 ini. Keluarga Gus Dur telah mengingatkan PKB dan para calegnya mengenai hal tersebut. Sungguh tidak etis, Gus Dur yang telah mereka sakiti, mereka singkirkan dari PKB, mereka lawan, namun juga mereka "manfaatkan" untuk kepentingan politik mereka. Mereka telah melakukan pengkhianatan terhadap cita-cita dan perjuangan Gus Dur, namun mereka bilang sebagai "Penerus Perjuangan Gus Dur", seakan-akan masyarakat mereka anggap "tidak tahu" atau "lupa" akan sejarah PKB.
Untuk itu "Posko Gusdur" membuat beberapa brosur sebagai pengingat, agar masyarakat tidak terbuai oleh rayuan Muhaimin Cs sehingga melupakan dosa-dosa Muhaimin dan jajarannya terhadap Gus Dur.

Untuk mengunduh file siap cetak dari brosur tersebut, silahkan klik link berikut:





30 Desember 2013

Puteri Gus Dur beberkan wasiat ayahnya soal PKB Muhaimin

Keluarga geram dituding 'kangkangi' nama besar

LENSAINDONESIA.COM: Ny Sinta Nuriyah, isteri mendiang Gus Dur, dan keempat puteri Gus Dur di Ciganjur, Jakarta tetap akan bersikukuh menolak keras pemakaian nama dan foto Gus Dur untuk kepentingan kampanye Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Karena, itu “harga mati” sesuai isi salah satu wasiat mendiang Gus Dur sebelum meninggal.
Ditemui LICOM terkait peringatan Haul Gus Dur ke-4 yang berlangsung kemarin malam, puteri Gus Dur, Inayah Wahid menegaskan, wasiat Gus Dur itu secara tegas melarang Partai Kebangkitan Bangsa di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar untuk menggunakan nama dan foto Gus Dur untuk segala kepentingan apa pun, termasuk kampanye.

28 Desember 2013

Istri Gus Dur Somasi Sekjen PKB

JAKARTA (BM) — Keluarga Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mereaksi keras pencatutan gambar dan nama mantan Presiden RI itu di sejumlah atribut kampanye calon anggota legislatif (caleg) Partai Kebangkitan Bangsa, Imam Nahrawi yang bertebaran di Dapil I Jatim (Surabaya-Sidoarjo). Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah yang gerah dengan tindakan itu mengancam akan menggugat PKB dan calegnya yang mencatut gambar dan nama mendiang suaminya untuk menarik simpati masyarakat Jatim.
Sinta Nuriyah menuding Imam Nahrawi sengaja mendompleng nama besar suaminya untuk merebut simpati masyarakat -khususnya warga nahdliyin pecinta Gus Dur- di Dapil I Jatim demi kepentingan pencalegan. Menurut Sinta, atribut kampanye Imam Nahrawi yang menggunakan foto dan slogan "PKB Penerus Perjuangan Gus Dur” jelas merupakan pelecehan terhadap nama mantan Ketua Umum PBNU itu dan keluarganya.

26 Desember 2013

Diprotes, Pengunaan Foto Gus Dur Oleh Muhaimin

Jakarta - Mantan Anggota Fraksi PKB DPR RI Effendy Choirie menegaskan bahwa protes yang disampaikan oleh putri Alm. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terkait pemasangan foto beliau oleh Sekjen DPP PKB Imam Nahrawi dan politisi PKB menjelang pemilu 2014 ini, sebagai hal yang wajar dan memang harus dilurtuskan, karena fakta politik sebelumnya Gus Dur dengan kasat mata disingkirkan oleh Muhaimin dan kawan-kawan.
Bahkan keluarganya pun ditutup pintu politiknya oleh PKB. Karena itu aneh dan tidak masuk akal, jika mereka menjelang pemilu 2014 ini memakai foto dan slogan-slogan Gus Dur untuk kepentingan politik pragmatisnya. Bukan untuk kepentingan bangsa dan negara.
"Protes Yenny Wahid dan keluarganya, serta Gusdurian-pengikut, loyalis, dan pecinta setia Gus Dur, yang berseberangan dengan Muhaimin dkk selama ini adalah wajar dan sebagai suatu keharusan untuk meluruskan sejarah politik PKB itu sendiri," tandas Gus Choi-sapaan akrab Effendy Choirie pada wartawan di Jakarta, Rabu (25/12/2013).

22 Maret 2009

PKB Digoyang Spanduk Pro Gus Dur

Foto-foto berikut bersumber dari : http://gatara-sawunggaling.blogspot.com (21 Maret 2009)